Sunday 18 September 2016

Memahami Konsep SDGs Melalui Logical Framework Analysis

Saya berkesempatan untuk menjadi fasilitator di ASEAN Youth Initiative Conference (AYIC), sebuah program yang diusung oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM Unpad), beberapa waktu lalu. Seperti jodoh, saya saat ini memang tertarik untuk mendalami Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 17 tujuannya dan AYIC mengangkat topik mengenai SDGs pula. Untuk proses fasilitasi ini, saya disandingkan dengan teman saya, yaitu Vania Santoso. AYIC diselenggarakan dari 7-10 September 2016 di Bandung. Saya hanya kebagian dari tanggal 8-9 September 2016 yang bertempat di Unpad Training Centre. Terdapat 4 (empat) chamber diskusi intensif dan saya berada di chamber 4, yaitu Goal #12, yaitu Responsible Consumption and Production yang mana sedikit banyak pekerjaan saya berhubungan dengan ini.

Apa tujuanmu? #OwnYourGoal

Setelah memahami arahan panitia AYIC, saya mencoba mendesain proses fasilitasi supaya tujuan dari program ini bisa tercapai. Beruntung karena tidak lama sebelum program ini, saya mengikuti dua kegiatan yang menggunakan proses logical frame analysis untuk proses fasilitasi. Beruntung pula, beberapa tahun sebelumnya saya pernah mengikuti pelatihan cara berpikir sistem. Dua metode ini mirip, hanya saja disajikan dengan cara yang berbeda. Desain proses fasilitasi yang saya terapkan untuk AYIC ini adalah logical frame analysis, yang menurut saya lebih mudah disampaikan dan dipahami, dibanding cara berpikir sistem yang lebih kompleks dan lebih baik diberikan oleh orang yang lebih berpengalaman. Terima kasih kepada Leony Aurora yang sudah membagikan ilmu ini. 

Dengan kelas yang kecil (hanya 10 orang peserta), memudahkan bagi saya dan Vania untuk mengendalikan proses fasilitasi. Dibandingkan kelas lainnya, kelas saya dan Vania lebih terstruktur karena ada desain atau metode yang digunakan dan dijelaskan kepada peserta. Sehingga lebih mudah untuk menjalankan proses selanjutnya dalam menemukan jawaban untuk suatu masalah. Beruntung, tidak ada satu pun peserta di dalam kelas yang pernah mendapatkan metode logical frame analysis sebelumnya. Jadi, kalau saya dan Vania ada kekeliruan, mereka tidak akan tahu! Hahaha. Percaya atau tidak, ini pertama kalinya saya menjadi fasilitator seluruh sesi (dua hari penuh) dan pertama kalinya membawakan desain logical frame analysis. Keuntungan menjadi orang yang memiliki golongan darah A adalah punya kebiasaan yang sistematis di berbagai hal, termasuk dalam hal berpikir.


Untuk AYIC, saya hanya memberikan 4 tahapan dari 9 tahapan dalam analisis ini,
karena keterbatasan waktu. 

Saya akan bercerita mengenai proses diskusi yang kami lakukan di dalam kelas. Dua tiga pulau terlampaui. Sambil belajar menjadi fasilitator, saya belajar pula memahami konteks dari Goal #12 ini. Pada dasarnya, Goal #12 ini adalah untuk memastikan pola konsumsi dan produksi berjalan secara berkelanjutan. Saat kita membicarakan 'berkelanjutan', artinya kita sudah melihat konteks menjadi lebih luas dan adanya keterikatan. People, planet, prosperity, peace, dan partnership adalah aspek yang harus kita pahami saat berbicara tentang 'berkelanjutan'. Beberapa forum yang saya hadiri terkait isu berkelanjutan masih banyak pendapat-pendapat yang salah kaprah terkait 'berkelanjutan'. Masih banyak yang menganggap 'berkelanjutan' atau sustainability adalah sama dengan 'keberlangsungan' atau continuity. 'Keberlangsungan' adalah suatu proses untuk mencapai 'berkelanjutan'. Sedangkan, 'berkelanjutan' adalah prinsip dasar. Namun, di kelas yang saya pandu tidak muncul kesalahkaprahan ini. 

Ditanya apa itu pembangunan berkeanjutan (sustainable development)?
Ingat 5P!
Ada 11 target dari Goal #12, tetapi untuk diskusi ini hanya diambil dua target,
yaitu 12.5 By 2030, substantially reduce waste generation through prevention, reduction, recycling, and reuse.  

Ada 11 target dari Goal #12, tetapi untuk diskusi ini hanya diambil dua target,
yaitu 12.5 By 2030, ensure that people everywhere have the relevant information and awareness
for sustainable development and lifestyles in harmony with nature.
Saya mengawali sesi diskusi dengan memberikan gambar tentang pola produksi dan konsumsi, atau siklus hidup, yang sederhana. Saya mengutip gambar ini dari Pertemuan Plastic Movement Alignment di Filipina beberapa bulan lalu. Tujuan saya menggambar ini adalah untuk mengidentifikasi posisi atau fokus kerja para peserta ada dimana, yang akan saya validasi di akhir sesi setelah proses diskusi selesai. Hampir semua peserta memposisikan di bagian "Retailers" sebagai konsumen dan "Waste Disposal". Kurang lebih seperti ini gambarnya:

Tahap life-cycle (versi sederhana dan umum) terkait produksi dan konsumsi. Gambar diambil dari dokumen "Enough is Enough" oleh Plastic Movement Alignment Project (2016). 

Kami membagi kesepuluh peserta menjadi tiga kelompok sehingga diskusi akan lebih intensif lagi. Setelah saya memberi pengarahan terlebih dahulu mengenai logical frame analysis, saya mulai meminta mereka menentukan satu masalah inti yang akan dibahas oleh masing-masing kelompok. Untuk proses ini, saya menggunakan konsep Problem "Tree". 




Ketiga masalah inti yang diangkat oleh masing-masing kelompok, yaitu 1) Sisa makanan di AYIC, 2) Sisa fresh product di supermarket yang sudah kadaluarsa, 3) Pengelolaan sampah di Unpad yang kurang memadai. Hal yang saya senangi dari proses ini adalah mereka cukup kritis melihat lingkungan sekitar dan bisa mengambil satu permasalahan kecil yang akan mereka analisis. Proses berikutnya, membuat kami begitu bangga dengan anak-anak muda ini.

Setelah menemukan inti permasalahan yang akan dibahas, kami meminta mereka untuk membuat penyebab langsung dari masalah tersebut dan kemudian dilanjutkan dengan menemukan akar penyebab dari masalah tersebut. Dalam hal ini, kami selalu mengingatkan untuk selalu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. People, planet, prosperity, peace, dan partnership adalah aspek yang harus mereka perhatikan saat menganalisis masing-masing permasalahan.

Proses diskusi salah satu kelompok

Sebetulnya tugas fasilitator pada proses diskusi berlangsung tidaklah banyak. Tugas yang cukup berat justru pada saat merencanakan desain diskusi supaya tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Pada saat pelaksanaan, hal yang paling menantang adalah bagaimana fasilitator menghadapi berbagai macam isu dan bisa mengarahkan peserta untuk memberikan sudut pandang yang sesuai. Well, ini opini berdasarkan pengalaman yang saya lalui. Mungkin akan berbeda dengan fasilitator yang pengalamannya sudah sangat banyak.

Kami sebagai fasilitator diminta untuk memimpin diskusi dua hari ini untuk dapat menjawab tujuan diskusi pada chamber 4 ini. Ada enam tujuan diskusi pada topik responsible consumption and production. Tujuan pada isu ini berdasarkan pada hasil riset yang dilakukan oleh SDGs Centre Unpad. Melihat beberapa kesamaan dan kebutuhan pada diskusi ini, kami hanya mengambil tiga tujuan diskusi saja.



Dengan tiga tujuan diskusi yang kami putuskan, pada hari pertama sesungguhnya semuanya sudah selesai ditemukan problem "tree"-nya! Karena sifat dari problem "tree" adalah menemukan penyebab dan dampak dari berbagai macam sisi, sehingga tujuan diskusi sudah hampir tercapai. Tahap selanjutnya adalah membuat rencana aksi sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Sebelum mulai merancang rencana aksi, kami mengajak peserta untuk melihat hasil kerja kelompok lain terkait problem "tree" yang telah dibuat. Tujuannya adalah untuk mendapat timbal balik terhadap konsep probel "tree" yang telah dibuat. Timbal balik yang diberikan bisa berupa komentar, apresiasi, ataupun tambahan ide baru. Untuk memudahkan merancang rencana aksi, kami mengajak peserta untuk menerjemahkan problem "tree" menjadi objective "tree". Cukup mudah, yaitu dengan mengubah bahasa masalah menjadi bahasa tujuan. Setelah ini, barulah kita bisa dengan mudah merancang rencana aksi.



Nah, ini nih tahap yang paling seru karena melihat sejauh apa sih kekreatifan para peserta mengubah ide-ide dalam objective "tree" menjadi rencana aksi yang keren. Kami menggabungkan template rencana aksi dari peserta dan desain yang kami buat. Kurang lebih seperti ini template yang kami berikan kepada peserta:

Ini diambil dari salah satu ide rencana aksi salah satu kelompok. 

Kami sebagai fasilitator sangat puas sekali dengan proses diskusi yang dilakukan. Bukan hanya saya secara pribadi menjadi belajar lebih banyak terkait teknik fasilitasi, yang mana saya sangat menikmati ini dan berniat untuk mendalami lebih dalam, tetapi juga saya menjadi lebih paham bagaimana berpikir secara sistematis dan melihat sesuatu dari banyak sudut pandang untuk memahami suatu duduk permasalahan lebih baik. Dari segi peserta, saya sangat puas melihat mereka yang begitu antusias mengikuti diskusi intensif selama dua hari. Jika saya kilas balik pengalaman saya dahulu mengikuti proses yang sama, dulu saya cukup pasif mengikuti diskusi seperti ini. Sekarang jauh lebih baik. Saya teringat kampanye yang diusung United Nations Population Fund (UNFPA) pada tahun 2014 dengan tema "Investing in Young People". Itu selalu saya ingat dan sebisa mungkin saya terapkan. Saya masih muda, tetapi ada generasi muda dibawah saya yang perlu saya ajak dan saya memiliki tugas untuk berbagi pengalaman dan ilmu. Jadi, menjadi fasilitator pada diskusi ini adalah salah satu peran saya untuk "berinvestasi" pada anak muda, sehingga apa yang saya cita-citakan bisa terus dilanjutkan.

Hal yang paling membanggakan lagi adalah chamber 4 berinisiatif untuk mulai meningkatkan awareness sesama peserta dari chamber lainnya. Dari tiga inti permasalahan yang telah dipilih, mereka memilih satu permasalahan yang sebetulnya ekstrak dari tiga permasalahan yang ada. Dan dengar-dengar nih, mereka mulai memulai melanjutkan program ini pasca-AYIC. Belum sempurna memang jika kita lihat dari kacamata besar SDGs dan Goal #12, tapi ini awal yang bagus untuk saya secara pribadi dan mereka para peserta. Jika saya kembali ke life cycle stage yang saya gambarkan di awal, posisi para peserta masih terfokus di bagian konsumsi dan pembuangan sampah. Saya dan mereka masih punya hutang untuk melebarkan pandangan ke sektor produksi. Setidaknya saya dan mereka sama-sama memulai untuk memahami konsep SDGs secara komprehensif.

Saya bukan orang yang cerdas ataupun pintar. Namun, saya sebisa mungkin memaksimalkan potensi yang ada dalam diri saya untuk memajukan diri saya sendiri serta memberi manfaat bagi orang lain. Agama saya mengajarkan untuk selalu membagikan ilmu yang saya miliki, selain menjadikan saya lebih paham tentang ilmu tersebut, saya pun bisa mengajak lebih banyak orang yang belum mengetahui ilmu yang saya miliki dan saling memperkaya dengan ilmu yang sudah diketahui masing-masing. Jadi, apa peranmu untuk menghadapi SDGs dan "berinvestasi" pada pemuda? 

2 comments:

saya punya cerita said...

Dirimu anak unpad rahyang ... Wah,, satu almamater kita. Cuman saya almamater lawas ... Heheheh ngga usah disebut tahunnya brapa iya ....

saya punya cerita said...

Dirimu anak unpad rahyang ... Wah,, satu almamater kita. Cuman saya almamater lawas ... Heheheh ngga usah disebut tahunnya brapa iya ....