Sunday 30 August 2015

Walking the Talk is (Not) Easy

Ada dua tulisan yang sangat kontroversi pernah saya publikasikan. Tulisan-tulisan itu sengaja saya tulis bukan untuk menjadi hater, tetapi untuk mengangkat fenomena yang memang terjadi di sekitar saya. Tulisan kontroversi pertama saya adalah "Dosa Ekologis Dalam Perayaan Earth Hour" yang ditulis pada tahun 2012 (sempat menjadi headline). Saat itu saya tergabung dalam kampanye global tersebut sebagai relawan. Tulisan kedua adalah "Surat Terbuka untuk Peserta dan Penyelenggara Kontes Kecantikan Lingkungan" yang ditulis tahun 2014. Surat ini saya buat, karena kesal dan gemes melihat banyak orang berlomba-lomba mendapatkan gelar "duta lingkungan", tetapi kontribusinya minim. 

Dua tulisan di atas merupakan kritikan yang saya tulis kepada pihak luar. Pada kali ini, saya mencoba memberikan kritik terhadap program yang mana organisasi (dan juga saya tentunya) saya terlibat sebagai penyelenggara. Keberanian mengkritik orang lain harus diimbangi dengan keberanian mengkritik diri sendiri. Untuk apa? Supaya bisa lebih baik lagi dong

*****

Sejak tahun 2010, Kota Bandung memilliki komitmen untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Hal itu dibuktikan dengan munculnya Surat Edaran dari Walikota Bandung saat itu terkait pengurangan kantong plastik dan juga kampanye yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung di pusat belanja bersama dengan pelaku usaha. Di tahun yang sama pula, diluncurkan Kampanye Diet Kantong Plastik oleh Greeneration Indonesia dan Circle K. Tak hanya sampai disitu, tahun 2012 Pemerintah Kota Bandung meresmikan Peraturan Daerah (Perda) No.17 tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik". Hal ini merupakan gebrakan luar biasa bahwa Pemerintah Kota Bandung berani membuat regulasi seperti ini. Peraturan seperti ini hanya terjadi di Kota Bandung. Kabupaten/kota lain belum ada yang membuat peraturan serupa. Perda tersebut diluncurkan di tahun yang sama dengan mengundang pelaku usaha dan menandatangani komitmen bersama dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. 

Surat Edaran Walikota Bandung Tahun 2010 tentang
Himbauan Untuk Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik

Papan komitmen yang ditandatangani oleh pemerintah, sekolah, dan swasta.
Sejak saat itu, kampanye pengurangan kantong plastik gencar dilakukan di Kota Bandung. Greeneration Indonesia sebagai salah satu organisasi yang gencar melakukan kampanye ini. Kampanye diet kantong plastik, yang dipopulerkan dengan tagar #DietKantongPlastik di media sosial, mulai menyebar luas. Tak hanya di Kota Bandung, kampanye pengurangan kantong plastik mulai menyebar ke Aceh, Jakarta, Tangerang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan daerah-daerah lainnya. Kota Bandung menjadi barometer dalam penerapan peraturan dan kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik. 

Dua tahun berjalan, hingga 2014 tidak terlihat tanda-tanda Perda tersebut efektif. Namun, Pemerintah Kota melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), memiliki program untuk inventarisasi kantong belanja. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP/dulunya dibawah Greeneration Indonesia hingga 2013, mulai 2014 menjadi organisasi yang independen) membantu dalam pelaksanaan inventarisasi tersebut. Inventarisasi ini merupakan bagian dari tahapan implementasi Perda, tahapan lainnya adalah pencanangan kawasan pengurangan penggunaan kantong plastik dan rencana aksi daerah pengurangan penggunaan kantong plastik. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2014 dilakukan di tiga pusat belanja, yaitu Istana Plaza, Cihampelas Walk, dan Trans Studio Mall. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa lebih dari 70% tenant pada masing-masing pusat belanja masih menggunakan kantong plastik sebagai wadah belanja. Beberapa tenant lainnya dalam persentasi yang lebih kecil menggunakan kantong belanja berjenis kertas dan lain sebagainya. Hasil inventarisasi ini perlu dilanjutkan dengan menambahkan data jumlah kantong belanja yang dikeluarkan tenant dalam hitungan hari atau bulan. Hingga saat ini belum ada rencana untuk melanjutkan inventarisasi. 

Provinsi DKI Jakarta mulai terlihat ingin mengikuti jejak Kota Bandung. Tahun 2013, Gubernur DKI Jakarta mengeluakan Surat Seruan terkait Gerakan Diet Kantong Plastik pada Festival Jakarta Great Sale. Meski hanya Carrefour yang merespons surat tersebut, hal ini membuktikan bahwa Jakarta pun tak ingin ketinggalan untuk melakukan upaya pengurangan penggunaan kantong plastik. Meski di tahun berikutnya dikeluarkan Surat Edaran serupa untuk Gerakan Jakarta Diet Kantong Plastik, belum terlihat lagi keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. 

Surat Seruan Gubernur untuk Gerakan Diet Kantong Plastik di Jakarta (2013)
Surat Seruan Gubernur untuk Gerakan Jakarta Diet Kantong Plastik (2014)

Provinsi Bali pun tak mau kalah. Bye Bye Plastic Bags yang digawangi anak-anak remaja ekspatriat melakukan penandatangan komitmen dengan Gubernur Bali pada tahun 2014 lalu untuk menjadikan Bali Bebas Kantong Plastik. Meski belum ada peraturan daerah, Bali memiliki komitmen bahwa mulai tanggal 1 Januari 2016, Bali akan bebas dari kantong plastik. 

MoU Bye Bye Plastic Bags dengan Gubernur
untuk mengurangi penggunaan kantong plastik (hal.1)
MoU Bye Bye Plastic Bags dengan Gubernur 
untuk mengurangi penggunaan kantong plastik (hal.2)
Tiga tahun umur Perda di Bandung, belum cukup terlihat bahwa Perda tersebut efektif mengurangi penggunaan kantong plastik. Saya selalu mengatakan kepada media massa bahwa satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki peraturan dalam mengurangi penggunaan kantong adalah Bandung. Hal tersebut saya lakukan untuk menunjukkan kepada kabupaten/kota lain dan juga Pemerintah Kota Bandung bahwa upaya ini perlu dilakukan dengan serius. Hingga akhirnya Pemerintah Kota Bandung memiliki rencana kampanye besar yang akan dilakukan tahun 2015. 

Obrolan mengenai kampanye ini sudah didiskusikan sejak awal tahun. Hingga beberapa minggu sebelum pelaksanaan kampanye, baru jelas kapan kampanye ini akan dilaksanakan. Meski beberapa kali berganti jadwal, akhirnya pada tanggal 27 Agustus 2015 lalu, Kampanye Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dilaksanakan oleh BPLH Kota Bandung, dengan menunjuk Rase FM sebagai penyelenggara dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik sebagai mitra komunitas. Trans Studio Mall (TSM) ditunjuk sebagai tuan rumah. TSM juga akan dijadikan sebagai percontohan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik". Padahal, menurut laporan hasil inventarisasi tahun 2014, TSM belum layak dijadikan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik".

Pada proses persiapan kampanye ini, ada beberapa pertemuan yang dipimpin oleh BPLH untuk berdiskusi terkait konsep kampanye. Pertemuan dihadiri oleh dinas-dinas terkait, asosiasi ritel (Aprindo), asosiasi factory outlet, perhimpunan hotel (PHRI), dan GIDKP. Sejak awal, Pemerintah Kota Bandung memang merencanakan bentuk kampanye ini adalah seremonial. Bentuk seremonialnya adalah talkshow, penandatanganan komitmen, dan pemberian apresiasi. Ada hal yang menarik pada pertemuan ini. Aprindo menegaskan bahwa bukan waktunya lagi untuk kegiatan yang sifatnya seremonial. Menurut Aprindo, anggota ritel yang tergabung sudah melakukan upaya pengurangan kantong plastik. Lebih lanjut, yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana membuat kampanye ini lebih berkelanjutan. Kegiatan "penandatanganan komitmen" sudah dilakukan dua kali. Pertama, saat peluncuran kampanye pengurangan penggunaan kantong plastik tahun 2010 di hypermarket Giant Pasteur dan yang kedua adalah saat peluncuran Perda tahun 2012 di factory outlet The Secret Jalan Riau. Pelaku usaha, dalam hal ini ritel, sudah menunjukkan komitmennya dalam upaya pengurangan penggunaan kantong plastik, seperti menyediakan tas belanja pakai ulang yang bisa dibeli, menyediakan kardus, program cashback untuk konsumen yang membawa tas belanja sendiri, dan yang lebih simpel adalah menanyakan terlebih dahulu kepada konsumen apakah butuh kantong plastik atau tidak. Mereka malah mempertanyakan balik komitmen pemerintah dalam isu ini. 

Inisiatif yang dilakukan pelaku usaha (ritel) untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
(Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Karena program kampanye ini sudah direncanakan dan dianggarkan oleh pemerintah sejak tahun sebelumnya, maka harus dijalankan pada tahun ini. Meski banyak masukan dari pihak luar (dalam hal ini Aprindo), karena ini terkait pertanggungjawaban pemerintah terkait perencanaan program di akhir tahun, maka harus tetap dilaksanakan sesuai perencanaan awal. Kampanye ini dilakukan dengan persiapan yang sangat sangat singkat. Bahkan koordinasi dengan event organizer yang ditunjuk pun terbatas karena mereka juga sibuk mengurusi program dari dinas lainnya. Hingga disadari bahwa tidak ada publikasi untuk kampanye ini, baik melalui siaran pers maupun media sosial. 

Pihak BPLH menginginkan bahwa pengunjung yang hadir mendapatkan paket berisi konsumsi (camilan dan air minum) dan tas belanja. Kami dari GIDKP merekomendasikan alternatif lain untuk menjaga kampanye pengurangan timbulan sampah. Mereka setuju bahwa konsumsi akan disediakan dengan konsep prasmanan dan pengunjung bisa mengambil camilan secukupnya dengan diwadahi piring rotan yang juga disediakan. Air minum pun akan dikondisikan minim sampah plastik, dengan menyediakan air dalam galon dan paper cup. Sehingga dari konsumsi hanya akan menghasilkan sampah bungkus plastik dari beberapa camilan, daun pisang, dan paper cup. Akan beda ceritanya jika konsumsi yang disajikan dalam kotak-kotak kardus kecil yang akan menghasilkan sampah lebih banyak.

Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Acara dilaksanakan di Plasa TSM mulai pukul 1 siang hingga 4 sore. Acara dihadiri oleh Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ibu Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPM. Didampingi oleh Direktur Persampahan KLHK, Bapak Sudirman dan jajaran lainnya. Acara juga dibuka oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil. 

Kiri-kanan: Ibu Tuti, Ridwan Kamil, dan Pak Sudirman (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Anyway, sebelum acara berlangsung sempat ada debat sedikit terkait konsumsi. Disinyalir konsumsi kurang, padahal tim GIDKP sudah mempersiapkan konsumsi untuk 600 orang. Pembelajaran dari acara-acara sebelumnya, konsumsi selalu berlebih (dan hal ini terjadi juga pada kampanye ini). Selain itu, pihak BPLH menganggap bahwa piring rotan berukuran terlalu besar untuk digunakan. Sehingga akhirnya, mereka memutuskan untuk tidak menggunakan piring rotan dan membeli lagi tambahan konsumsi. Sayangnya, mereka membeli konsumsi dengan menggunakan kantong plastik! Hal yang saya takut-takutkan jika melakukan kampanye besar seperti ini adalah masih ada orang-orang yang belum berjalan bersama. Hal tersebut masih terjadi, bahkan di lembaga yang mengampanyekan dan membuat regulasi untuk mengurangi kantong plastik. Meskipun masih dalam konteks "mengurangi", bukan berarti dibenarkan juga jika masih menggunakan kantong plastik pada kampanye pengurangan kantong plastik. Bukankah seharusnya kita menjadi contoh bagaimana mengurangi kantong plastik kepada publik? 

Air minum dalam kemasan masih menjadi jebakan kampanye lingkungan
Piring rotan yang tidak terpakai. 

Kampanye ini pun kecolongan air minum dalam kemasan. Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dan mendukung kampanye ini. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga ingin ikut berpartisipasi dalam kampanye ini. PDAM memberikan beberapa kardus berisi air minum dalam kemasan gelas plastik. Meski tetap menyediakan air galon, air minum dari PDAM ini tetap disediakan. Akhirnya, sampah gelas plastik pun banyak. 

Meski secara teknis penyelenggaraan acara juga masih cukup kacau, seperti pada prosesi penandatanganan komitmen dan pemberian apresiasi, tetapi yang menjadi highlight dalam kampanye ini adalah kurang tersampaikannya pesan dalam pengurangan kantong plastik yang tercermin dari penyelenggaraan kampanye. Selain urusan konsumsi, ternyata tidak ada tim yang menangani sampah. Konsep zero waste event tidak dilakukan dalam kampanye ini. Meski BPLH menyediakan kantong sampah terpilah, dikarena tidak adanya tim zero waste event, maka pengelolaan sampah sangat tidak terkontrol. Bahkan saya tidak melihat tim dari PD Kebersihan yang mengelola sampah-sampah yang timbul dari awal hingga akhir acara. Padahal mereka menyatakan kesiapannya di setiap pertemuan persiapan. Tidak diketahui alasan mereka tidak muncul. Alhasil, petugas kebersihan TSM yang menmbersihkan. Sampah pun tetap tercampur meski kantong sampah sudah dibedakan dengan warna (hijau untuk sampah organik dan putih untuk anorganik) dan diberi tulisan keterangan. Mendadak pengunjung "buta aksara" dan tidak membuang sampah dengan benar. Padahal sebagian besar pengunjung adalah sekolah yang dinyatakan sebagai yang memiliki wawasan lingkungan dan mendapatkan penghargaan Adiwiyata! Bahkan salah satu dari mereka membeli makan siang dengan menggunakan kemasan styrofoam! Hal ini terlihat oleh tim relawan GIDKP karena lokasi booth yang bersampingan. 

Salah satu sekolah Adiwiyata yang ikut kampanye. (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP) 

Papan tandatangan komitmen. Lihat sampah enggak? (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Memang, ternyata kolaborasi lintas sektor itu tidak mudah. Perbedaan pemahaman dalam menilai sesuatu menjadi tantangan yang dihadapi. Meski secara lembaga memiliki kampanye yang sama, belum tentu orang dibaliknya memiliki pemahaman yang sama terhadap kampanye itu. Apalagi isu lingkungan erat kaitannya dengan sikap (attitude) dan perilaku (behaviour). Saya yakin semua orang yang hadir pada kampanye tersebut mengetahui bahwa sampah adalah sesuatu yang harus dikurangi. Apalagi kampanye ini mengenai pengurangan penggunaan kantong plastik, banyak orang tahu bahwa membawa tas sendiri untuk belanja adalah salah satu solusi. Memang, perubahan sikap dan perilaku itu memakan waktu yang lama tergantung individu masing-masing. Hal ini terkait dengan nilai yang dianut masing-masing individu. Namun, menurut saya, setidaknya dalam kegiatan kampanye seperti ini ada hal-hal yang harus dijaga untuk menjaga opini publik. Apalagi dalam hal ini pemerintah yang akan disorot lebih banyak. 

Saya pernah membaca buku "Personal Brand-inc" karya Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu. Ada dua kategori personal branding, yaitu natural personal branding dan created personal branding. Meski buku ini ditujukan untuk pengembangan individu, tetapi menurut saya konsepnya akan sama jika diterapkan pada organisasi. Dalam hal ini, menurut saya, Pemerintah Kota Bandung melakukan created personal (atau governmental/organisational) branding, yaitu dengan ingin menyampaikan kepada publik bahwa Kota Bandung sedang berupaya mengurangi penggunaan kantong plastik dan menjadi kota yang selangkah lebih maju dengan mengeluarkan Perda. Upaya yang dilakukan adalah membuat kampanye sejak 2010 hingga sekarang. Namun, perencanaan yang tidak matang akan membingungkan publik. Publik (juga media massa) akan bertanya-tanya mengenai kampanye pengurangan kantong plastik tetapi masih terdapat sampah plastik yang cukup banyak dan tidak dikelolanya sampah dengan baik. Padahal Pemerintah Kota Bandung memiliki Gerakan Pungut Sampah dan program lainnya terkait pengelolaan sampah. Sehingga muncul pemikiran bahwa sampah yang mereka buang (dengan sembarangan) akan dipungut orang lain dan lingkungan tetap bersih. 

Komitmen Kota Bandung untuk mengurangi penggunaan kantong plastik seperti yang diamanatkan
Perda No.17 tahun 2012perlu dikawal oleh berbagai pihak (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

Program seperti ini memang harus dikoordinasikan dan direncanakan dengan sangat baik oleh berbagai pihak yang bersinggungan langsung dan yang terpenting adalah harus sinergis. Program yang banyak banget pasti ada benang merahnya. Bukan berarti di kampanye yang lain boleh memakai kantong plastik. Peran semua orang yang ada di pihak-pihak yang bersinggungan ini yang harus memastikan semua berjalan sinergis dan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Semoga kampanye ini menjadi pembelajaran dan tidak terjadi lagi pada kampanye selanjutnya. Selain itu, semoga kegiatan seremonial bisa dikurangi dan diganti dengan kegiatan yang lebih berkelanjutan dan bisa diukur dan terlihat juga dirasakan langsung dampaknya. 

Tindak lanjut dari kampanye ini adalah akan dibentuk tim gabungan sesuai amanat Perda untuk memastikan bahwa Perda dan upaya di lapangan berjalan dengan sinergis. Juga memastikan bahwa TSM menjadi percontohan "Kawasan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik" yang baik. Semoga dengan adanya tim gabungan ini, komitmen Bandung untuk mengurangi penggunaan kantong plastik bisa berjalan dengan baik. Mau Bandung Juara? Yuk, #DietKantongPlastik! 

Terima kasih telah mengapresiasi inisiatif yang sudah dilakukan kelompok masyarakat dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. Dalam foto ada juga (kiri-kanan) perwakilan dari Kiehl's Indonesia dan The Body Shop Indonesia yang sudah tidak menggunakan kantong plastik dan menggunakan tas kertas. Kedua brand juga memiliki kampanye pengurangan kantong plastik dan melakukan konsep Extended Producer Responsibility dengan menerima kembali kemasan kosong dari konsumen. (Foto oleh Eko Triraharjo untuk GIDKP)

2 comments:

Bioeti said...

Pas liat di Facebook, tadinya mau mempertanyakan penggunakan Plastik yang jadi cover kue-kue pasar
Ah, terjawab sudah....

Unknown said...

Masih banyak banget acara yg katanya bertema lingkungan tapi malah semakin 'boros'